Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat
Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Usmani di
Turki, Mughal di India, dan Safawidi Persia. Dari ketiganya, Turki
Usmani, adalah yang terbesar dan terlama. Turki Utsmani runtuh dan
berubah menjadi Republik Turki pada tahun 1924M.
KERAJAAN TURKI UTSMANI (1300-1900 M)
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orangTurki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orangTurki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Era 1300 – 1400 M
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman. Putera Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M.
Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan
keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan
Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian
terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak
itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah
Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah AI Usman (raja
besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak wilayah
kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium
dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M
dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (726H/1326M761H/1359M)
Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327
M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M), dan Gallipoli
(1356M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertamakali diduduki
kerajaan Usmani.
Faktor penting yang mendukung keberhasilan ekspansi adalah
keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang
sanggup bertempur kapan dan di mana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi
dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa.
Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi.
Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Usmani
berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan
tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran
prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin
yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat
diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran
dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya
dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan
perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai
anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan
dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini
ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut
pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah
negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan
dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim.
Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang
dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau
kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia
mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani.
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa (761H/1359 M 789H/1389 M),
selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan
daerahke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel -yang kemudian
dijadikannya sebagai ibu kota kerajaanyang baru -, Macedonia, Sopia,
Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap
kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat
perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul
mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipirnpin oleh Sijisman, raja Hongaria.
Sultan Bayazid I ( 1389- 1403 M), pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
Era 1400 – 1500 M
Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki
Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari
genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga
memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-putera Bayazid
saling berebut kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M)
dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya
dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol
dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-puteranya satu samalain saling
berselisih.Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga
terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan
Sulaiman).
Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan tedadi, akhirnya Muhammad
berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama
kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar
keamanan dalam negeri.
Usahanya ini diteruskan oleh Murad II ( 1421-1451M), sehingga Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad al-Fatih (1451-1484M).
Sultan Muhammad al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa.
Era 1500 – 1600 M
Ketika Sultan Salim I (1512-1520M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir.
Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni(1520 -1566M.).
Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat,
tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan
obyekyang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak,
Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian,
luas wilayah Turki usmani pada masa Sultan Sulaimanal-Qanuni mencakup
Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir,
Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria,Yunani, Yugoslavia,
Albania, Hongaria,dan Rumania di Eropa.
Pada abad ke 16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak
kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat
dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun
Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini
ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer,
berdisiplin,dan patuh terhadap peraturan.Tabiat ini merupakan tabiat
alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya
jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas
sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan,sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr
al-a’zham (perdanamenteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang
al-zanaziq atau al-‘alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I
disusun sebuah kitab undang-undang(qanun). Kitab tersebut diberi nama
Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani
sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman
I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
Pada masa Sulaiman ini di kota-kota besar dan kota-kota lainnya
banyak dibangun nmesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan,
saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari
bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan,seorang arsitek asal
Anatolia.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam
bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur
Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid
Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung
Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari.Mesjid-mesjidtersebut dihiasi
pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan
keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia.
Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada
sebelumnya.
Pada masa Turki Usmani tarekat mengalami kemajuan. Tarekat yang
paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua
tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, Asy’ariyah mendapatkan
tempatnya. Selain itu para ulama banyak menulis buku dalam bentuk syarah
(penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karyakarya masa
klasik.
Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki
Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah
kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung
terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II ( 1566-1573M).
Di masa pemerintahannyaterjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan
Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut
Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian
kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini
Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat
direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III,
pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian jelek
dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada
masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam
(1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia,
mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia
pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yangjelek menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri.
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III (1595-1603M),
pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah
19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi
kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria
berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Era 1600 – 1700 M
Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad
III, sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi
kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai
memudar.
Sesudah Sultan Ahmad I ( 1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama(1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M).
Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh
al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan.
Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan
merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat
banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623 – 1640 M).
Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan
Jenissari’ yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan
tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan
situasi negara secara keseluruhan.
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim (1640-1648 M),
karena ia termasukorang yang lemah. Pada masanya ini orang-orang
Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir
orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan
itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia
Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri)
yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan
mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal
(1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongariadan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun.
Pada tahun 1699M terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan
untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia
kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian
Dalmatia kepada orang-orang Venetia.
Era 1700 – 1800 M
Pada tahun 1770M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil.
Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid (1774-1789 M),
seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja
ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan
Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain :
- Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan LautPutih
- Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani selama
dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Satu persatu
negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan
diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami
kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan Usmani, tetapi
juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.
Di Mesir, kelemahan-kelemanan Kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit
kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik
kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnyaNapoleon Bonaparte dari
Perancis tahun 1798 M.
Di Libanon dan Syria, Fakhral-Din, seorang pemimpin Dntze, berhasil
menguasai Palestina, dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan
mengancam Damaskus. Fakhr al-Din baru menyerah tahun 1635 M.
Di Persia, Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa kali mengadakan
perlawanan terhadap Kerajaan Usmani dan beberapa kali pula ia keluar
sebagai pemenang.
Sementara itu, di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara
pemimpin agama Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan
Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai
beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad
ke-18 M.
Era 1800 – 1900 M
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani ketika
sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut
hingga abad ke-19 dan ke-20 M.
Kerajaan Usmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924M.
.
Peta Turki saat ini di tahun 2008
Sumber : http://gus-dayat.com/2008/11/28/turki-utsmani-kekhalifahan-berakhir-abad-kemarin/
* Sebagian besar rakyat Turki juga berduka akan runtuhnya Ottoman, imperium yang dahulu ditakuti raja-raja di timur dan
barat akhirnya menutup buku tebal sejarah selama enam abad lebih
selama-lamanya untuk memberi jalan bagi lahirnya Republik Turki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar