Oleh: Kholili Hasib
| Begitulah jasa seorang ulama dalam kemenangan kaum Muslimin. Dalam setiap persoalan apapun yang menimpa hajat kaum Muslimin, ulama tidak dapat ditinggalkan |
DALAM sejarah, di setiap
kemenangan yang diraih kaum Muslimin, beberapa di antaranya selalu ada
peran besar ulama. Pada Perang Salib tampil pahlawan besar Shalahuddin
al-Ayubi dan pasukan tangguhnya yang merupakan alumni madrasah yang
dirintis oleh Imam al-Ghazali. Juga, didikan Syeikh Abdul Qadir
al-Jailani tak dapat dinafikan dalam Perang Salib itu. Begitu pula di
belakang Muhammad al-Fatih, sang Sultan yang menaklukkan Konstantinopel,
terdapat guru sufi yang selalu membimbing sang Sultan.
Dia adalah Syeikh Aaq Syamsuddin,
penasihat Muhammad al-Fatih, pahlawan Islam dari dinasti Utsmaniyah yang
sukses menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1435 M. Berkat bimbingan
Syeikh Syamsuddin, Sultan al-Fatih berhasil membangkitkan semangat
pribadi dan kaum Muslimin untuk menaklukkan kerajaan raksasa dunia,
Bizantium, di usia al-Fatih yang masih 25 tahun.
Peran guru sufi ini jelas tidak mungkin
diabaikan. Sebab, ia turut pergi ke medan pertempuran untuk mendampingi
Sultan al-Fatih memimpin pasukannya. Nasihat-nasihat spritualnya
menambah semangat keimannya membara.
Syeikh Syamsuddin, adalah seorang ulama
ahli tasawwuf berasal dari negeri Syam yang berhasil memoles pribadi
al-Fatih menjadi sultan yang tangguh, berilmu, cerdas, pemberani dan
pemimpin Negara yang bertakwa kepada Allah Swt. Hingga di medan
pertempuran terdepan, sang Syeikh mendampingi al-Fatih, untuk memberi
tausiyah, arahan, strategi dan bimbingan spiritual.
Nama asli Syeikh Aaq Syamsuddin adalah
Muhammad bin Hamzah al-Dimasyqi al-Rumi. Dilahirkan di kota Damaskus,
negeri Syam, pada tahun 792 H/1389 M. Nasabnya bersambung dengan Abu
Bakar al-Shiddiq r.a. Pada usia 7 tahun berhasil menghafal al-Qur’an.
Lalu meneruskan belajarnya di kota Amasiya, kemudian pindah ke Halab dan
merantau ke Ankara Turki.
Pembimbing Spiritual Sultan al-Fatih
Muhammad al-Fatih telah dibimbing Syeikh
Syamsuddin sejak kecil. Ia mengajari Muhammad al-Fatih berbagai disiplin
ilmu dasar, yaitu al-Qur’an, al-hadits, Fikih dan bahasa Arab. Syeikh Syamsuddin berhasil meyakinkan
sultan Muhammad al-Fatih, bahwa dialah pemimpin yang ‘diramal’
Rasulullah Saw yang berhasil menaklukkan Konstantinopel. Saat menjabat
sultan Utsmani, usia al-Fatih masih sangat muda. Syeikh Syamsuddin
menasihatinya agar dia segera bergerak untuk merealisasikan hadis
Rasulullah Saw, bahwa konstantinopel akan ditaklukkan oleh pemimpin adil
dan tentara Islam yang terbaik
Konstantinopel, merupakan kota paling
penting di dunia pada zaman itu. Dibangun pada tahun 330 M oleh Kaisar
Bizantium, kekaisaran Kristen. Sejak dibangun, Konstantinopel dijadikan
ibukota kerajaan Kristen tersebut selama berabad-abad lamanya. Kota ini
menjadi pusat perhatian dunia. Ada yang mengatakan bahwa “Andaikata duni
ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinopel akan menjadi kota yang
paling cocok untuk menjadi ibukota kerajaan tersebut”.
Tentang kota ini, Rasulullah Saw memberi
kabar gembira bahwa kelak, kota Konstantinopel akan jatuh di bawah
kekuasaan Islam. Beliau bersabda:
لتفتحن القسطنطينية على يد رجل فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش
“Konstantinopel akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.” (HR. Ahmad)."
Karena itu, para khalifah kaum Muslimin
berlomba-lomba menaklukkan Konstantinopel dalam rentang waktu yang
panjang. Tercatat, sejak masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan
tahun 44 H hingga rombongan paling besar dilakukan pada masa Dinasti
Umayyah di bawah Sulaiman bin Abdul Malik, semuanya gagal.
Usaha berlanjut pada masa kekhalifahan
Abbasiyah, khususnya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid pada tahun 190
H. Meski sempat menimbulkan gejolak negeri Bizantium tapi misi
penaklukan Harun al-Rasyid masih belum berhasil.
Di masa pemerintahan Muhammad al-Fatih,
Konstantinopel baru berhasil ditaklukkan. Beberapa kali upaya
penaklukkan tidak berhasil. Ia sampai sempat putus asa mengatur serangan
ke Konstantinopel.
Namun sang guru, Syeikh Syamsuddin,
mendampingi dan menasihati agar tetap terus berjuang. Pengepungan
benteng konstantinopel memakan waktu 54 hari. Banyak korban dari tentara
Utsmani yang meninggal dunia. Para pejabat militer hampir putus asa
gagal menaklukkan konstantinopel. Tapi, Syeikh Syamsuddi sangat yakin,
hadis Rasulullah Saw akan terealisasi pada Muhammad al-Fatih, tidak pada
pemimpin lainnya.
Dalam suatu persiapan serangan, Syeikh
Syamsuddin menyendiri di kemah. Ia melarang seorang pun untuk masuk.
Muhammad al-Fatih memaksa masuk kemahnya. Dan ia menyaksikan sang Guru
khusyu’ bermunajad kepada Allah. Ia bersujud kepada Allah dalam suatu
sujud yang panjang. Sorbannya terlepas dari kepalanya sehingga membuat
rambut kepalanya yang memutih menyentuh bumi. Sedangkan jenggotnya yang
mutih memantul sinar laksana cahaya. Sang guru bangkit dari sujudnya
dengan air mata berlinang dari kedua pipinya. Dia berdoa kepada Allah
Swt agar kemenangan dikaruniakan kepada al-Fatih dan meminta penaklukan
dapat terlaksana kota dalam jangka waktu yang dekat.
Ketika terjadi penyerbuan ke benteng
Konstantinopel, Syeikh Syamsuddin mendatangi Muhammad al-Fatih untuk
memberi nasihat penting tentang hukum-hukum syariat dalam peperangan,
serta hak-hak kaum yang ditaklukkan sebagaimana diatur dalam syariat.
Syeikh Syamsuddin berpidato di hadapan
pasukan Utsmani:
“Wahai tentara Islam, ketahuilah dan ingatlah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, ‘Konstantinopel akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara’. Kita memohon kepada Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi, semoga Dia memberikan kita taufik dan mengampuni semua. Ketahuilah, janganlah kalian berlaku berlebih-lebihan dari apa yang kalian dapat dari harta rampasan perang, dan janganlah kalian berlaku boros. Infakkan harta di jalan yang baik untuk penduduk kota ini. Dengarkan apa yang dikatakan Sultan kalian dan taatilah dia dan cintailah. Wahai sultanku, kau telah menjadi tanda mata Bani Utsmani. Maka jadilah engkau sebagai mujahid di jalan Allah selamanya”.
Tak lama kemudian, dimulailah serangan ke
benteng raksasa Konstantinopel. Tepat pada jam 1 pagi 29 Mei 1435
benteng yang berdiri berabad-abad lamanya jebol. Pasukan al-Fatih
berhasil menguasai kota dan pasukan Bizantium tidak berdaya. Selama itu
pula, Syeikh Syamsuddin tidak pernah meninggalkan al-Fatih dan
pasukannya. Ia ingin menyaksikan langsung realisasi hadis Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Muhammad al-Fatih betul-betul ditempa
spiritualnya oleh Syeikh Syamsuddin. Sultan al-Fatih pernah mengirimkan
uang sebanyak seribu dinar kepadanya. Namun Syeikh Syamsuddin
menolaknya. Bahkan, Syeikh tidak memberi penghormatan berdiri untuk sang
Sultan ketika mau pamit keluar. Sultan al-Fatih pun kecewa.
Seorang pembantu Sultan mengatakan,
“Mungkin dia melihat dalam dirimu ada perasaan sombong karena penaklukan ini, yang sebelumnya tidak bisa dilakukan para Sultan sebelum kamu. Dengan demikian, Syeikh bermaksud menghapuskan rasa sombong itu darimu”.
Demikianlah cara Syeikh Syamsuddin memberi
pelajaran kepada sultan al-Fatih. Agar supaya sultan selalu berjalan di
atas syari’ah tidak terbuai oleh kekuasaan.
Pelajaran keras diberikan sejak Muhammad
al-Fatih masih kecil. Pada suatu hari, ia memanggil Muhammad al-Fatih
kemudian memukulnya keras, karena melakukan kesalahan ringan. Pukulan
keras Syeikh ini ternyata dikenang terus oleh al-Fatih. Hingga ia dewasa
memangku kesultanan. Hingga suatu saat ia memanggil Syeikh Syamsuddin
dan menanyainya:
“Mengapa Anda memukulku waktu itu padahal aku tidak melakukan apa-apa yang layak dipukul?”
Maka Syeikh menjawab:
“Karena aku ingin mengajarimu rasanya kezhaliman dan bagaimana orang yang terzhalimi tidur, agar ketika engkau menduduki posisi kepemimpinan, engkau tidak menzhalimi seorang pun!”.
Mendengar penjalasan Syeikh, al-Fatih
langsung meminta maaf kepada Syeikh, karena memiliki pikiran negatif dan
akhirnya mencium kepala serta tangan gurunya tersebut.
Syeikh Syamsuddin begitu terhormat di mata
sang Sultan. Muhammad al-Fatih, meski menjadi sultan yang kekuasannya
meluas hingga separoh negeri Eropa, tidak pernah meremehkan nasihat
Syeikh. Sang Syeikh pun tidak pernah menjadi penjilat, tidak pernah
memberi penghormatan berlebihan. Ia tidak takut kecuali kepada Allah.
Karena itu, setiap kali sultan datang menziarahi, Syeikh Syamsuddin
tidak pernah berdiri dari tempat duduknya untuk menyambutnya. Justru
sebaliknya ketika yang menziarahi Sultan, sultan-lah yang berdiri untuk
menyambut gurunya tersebut lalu mencium tangannya.
Jasa Syeikh Syamsuddin sangatlah besar
untuk kesultanan Utsmani dan sultan al-Fatih. Beliau mendidik sultan
dengan dua hal besar:
- Melipatgandakan semangat gerakan jihad di dalam Dinasti Utsmani
- Terus-menerus menanamkan dalam diri sultan Muhammad sejak kecil bahwa dialah yang dimaksudkan dalam hadis Nabi: “Sungguh Konstantinopel itu akan ditaklukkan. Maka sebaik-baik panglima adalah panglima (yang menaklukkannya) dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya” . Hingga akhrinya pikiran Muhammad al-Fatih benar-benar dipenuhi dengan pemikiran bahwa memang dialah yang dimaksudkan dalam hadits ini.
Para hali sejarah mengatakan bahwa Syeikh
Syamsuddin itulah Sang Penakluk bagi konstantinopel. Dialah yang telah
mengajarkan kepada al-Fatih berbagai ilmu, baik ilmu setrategi perang
maupun ilmu falak, sejarah dan matematika.
Ahli Ilmu Kedokteran
Syeikh Syamsuddin bukan hanya ahli bidang
syariah, tasawuf dan akhlak, namun ia juga dikenal ahli pengobatan.
Syeikh memiliki kepedulian terhadap penyakit jasmani, sebagaimana ia
peduli dengan penyakit-penyakit rohani. Dia menulis kitab berjudul
Maadat al-Hayat. Dalam buku tersebut, Syeikh mengatakan,
“Sangat keliru jika dikatakan bahwa penyakit-penyakit itu berpindah dari satu orang ke orang lain dengan cara menular. Penularan ini sangat kecil dan renik, hingga tidak mampu dilihat oleh mata telanjang. Penularan ini terjadi karena adanya kuman yang hidup”.
Dia dikenal orang pertama yang melakukan
penelitian kuman pada abad ke-15 M. Dimana pada saat itu belum ada
mikroskop. Ia jauh mendahului ilmuan Eropa. Eropa baru melakukan
penelitian tentang kuman empat abad setelah Syeikh Syamsudin. Dilakukan
oleh Louis Pasteour, ahli Biologi dan Kimia asal Prancis. Namun, dalam
dnia ilmu Biologi, Louis Pasteour lebih dikenal daripada Syeikh
Syamsuddin.
Karya-karya Syeikh cukup beragam, mulai tentang akhlak, tasawwuf, hingga kedokteran. Di antara karyanya adalah; Madaat
al-Hayat, Kitab al-Thibb, Hallul Musykilat, al-Risalah al-Nuriyah,
Maqalatul Auliya’, Risalah fi Dzikrillah, Talkhish al-Mata’in, Daf’u
al-Mataa’in, Risalah fi Syarh Haaji Bayaram Wali. Syeih Syamsuddin meninggal dunia di kota tempat tinggalnya, Koniyoka, wilayah Turki pada tahun 863 H/1459 M.
Begitulah jasa seorang ulama dalam
kemenangan kaum Muslimin. Dalam setiap persoalan apapun yang menimpa
hajat kaum Muslimin, ulama tidak dapat ditinggalkan. Mereka adalah
warisan Nabi. Peran politik, atau militer ternyata tidak berarti tanpa
peran ulama di dalamnya. Mereka pemimpin umat untuk melanjutkan dan
memelihara syiar dan kemuliaan Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassalam berwasiat: “Duduklah kamu dengan orang-orang agung menurut
Allah, dan bertanyalah kamu kepada para ‘Ulama dan berkumpulah kamu
dengan para ahli hikmah.” (HR. Tabrani).*
Penulis adalah anggota MIUMI Jawa Timur dan peneliti InPAS Surabaya
Sumber :
http://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2014/03/13/18072/penaklukan-konstantinopel-dan-peran-ulama-sufi.html
http://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2014/03/13/18072/penaklukan-konstantinopel-dan-peran-ulama-sufi.html/2



































